IMPLEMENTASI MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH (MBS)
DI SMA
KABUPATEN ACEH UTARA
Oleh:
Jalaluddin1, Azwir2
1Dosen FKIP Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah
2Dosen
FKIP Pendidikan Biologi
Universitas Serambi Mekkah
Jala_usm@yahoo.co.id
Manajemen Berbasis
Sekolah merupakan salah satu model manajemen yang memberikan kewenangan yang
luas kepada sekolah untuk pengelolaan sekolah sesuai dengan potensi, tuntutan
dan kebutuhan sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatkan efesiensi pengelolaan
serta mutu dan relevansi pendidikan disekolah dan pengelolaan peran guru dan
kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Kata
Kunci: Mutu Pendidikan, Staf pengajar dan
Kepala Sekolah
1. Pendahuluan
Pendidikan memiliki peran penting dalam memajukan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia. Sejalan dengan itu, pemerintah menetapkan visi
Pendidikan Nasional yaitu mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Standar Pendidikan Nasional
memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap
jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara maksimal
sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional
pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada
masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam
mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan
keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. (Sumber : Rencana Strategis
Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014).
Manajemen Berbasis Sekolah
secara konsepsional akan membawa perubahan terhadap peningkatan kinerja sekolah
dalam peningkatan mutu, efesiensi manajemen keungan, pemerataan kesempatan dan
pencapaian tujuan politik (demokrasi) suatu bangsa lewat perubahan kebijakan
desentralisasi diberbagai aspek baik politik, edukatif, administrativ, maupun
aggaran pembiayaan pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah selain akan
meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan,
juga tujuan politik terutama demokrasi di sekolah.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan
upaya-upaya perbaikan, salah satunya adalah memberikan otonomi yang luas kepada
sekolah untuk pengambilan keputusan secara partisiatif dengan melibatkan masyarakat
secara secara langsung. Diyakini bahwa Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan suatu
model Pelaksanaan kebijakan desentralisir bidang pendidikan,
sehingga dapat dijadikan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif
pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan ditandai adanya
kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas ditingkat sekolah, partisipasi
masyarakat yang relatif tinggi dalam rangka kebijakan pendidikan nasional
(Depdiknas, 2001 : 2). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah model manajemen
yang memberikan manajemen lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan
keputusan bersama/partisipasif dari semua warga sekolah dan masyarakat untuk
mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan
kebijakan mutu pendidikan nasional ( Budi Raharjo, 2003 : 5).
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pendahuluan diatas yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah implementasikan manajemen berbasis sekolah terhadap
kepemimpinan kepala sekolah, manajemen kurikulum, manajemen kesiswaan,
manajemen personalia, manajemen sarana dan prasarana, manajemen keuangan dan
manajemen hubungan dengan masyarakat?
Tujuan
Penelitian
1. Untuk memberdayakan sekolah dalam bidang
sumberdaya manusia seperti kepala sekolah, dewan guru, karyawan, siswa, orang
tua siswa dan masyarakat sekitarnya.
2. Untuk menciptakan model pengelolaan
sekolah yang bertumpu pada tiga pilar manajemen trasparansi dan akuntabel,
peran serta masyarakat dan stakeholder, dan pembelajaran aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
3. Untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan
dalam pengelolaan manajemen kurikulum, manajemen kesiswaan, manajemen
personalia, manajemen sarana/prasarana, manajemen keuangan dan manajemen hubungan dengan masyarakat.
Manfaat
Penelitian
1.
Kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, dewan guru, dan staf sekolah dalam menjalankan
kepeminpinan organisasi sekolah sesuai dengan manajemen berbasis sekolah.
2.
Menciptakan
keharmonisan sekolah dengan masyarakat di sekitar sekolah karena komite sudah
bisa menjalankan funsinya.
3.
Semua warga sekolah sudah bisa memahami
pengelolaan manajemen kurikulum, kesiswaan, personalia, sarana/prasarana,
keuangan dan Humas.
Ruanglingkup
Pembicaraan
Ruanglingkup lingkup pembicaraan dalam seminar, manajemen
kesiswaan, manajemen, personalia, manajemen kurikulum, manajemen
sarana/prasana, manajemen keuangan dan manajemen humas.
2.
Kajian Teori
1.
Pelaksanaan Manajemen Manajemen Berbasis Sekolah
Sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal yang
terdepan dengan berbagai keragaman, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan
lainnya maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya
untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat
dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi
lingkungan dan kebutuhan pelanggan. Sekolah sebagai institusi yang otonom
diberikan peluang untuk mengelolah dalam proses koordinastif untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. (Soebagio Atmodiwirio, 2000:5-6).
Menurut Fattah (2000:8) Manajemen Berbasis Sekolah adalah
sebagai: pengalihan dan pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke
tingkat sekolah. Pemberian kewenangan dalam pengambilan keputusan di pandang
sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemanfaatan semua sumber daya sehinga
sekolah mampu secara mandiri, mampu mengali, mengalokasikan, menentukan
piroritas, memanfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada
setiap pihak yang berkepentingan.
Menurut Tilaar (2000:65) proses pendidikan adalah
pemberdayaan SDM dan ketika proses pemberdayaan menunjukkan hasilnya disitulah
terlihat kualitas lembaga pendidikan. Penerapan manajemen merupakan faktor
penting dalam pencapaian mutu sekolah yang diharapakan.
Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa: Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) atau School Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk
mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini disebabkan dalam konsep
MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan
pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimnya ditetapkan oleh
pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya,
sumber dana, sumber belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan
di sekolah.
2. Peran Kepala
sekolah Untuk
Meningkatkan Mutu Pendidikan
Kepala
sekolah adalah sebagai pelaksanaan terhadap pelaksanaan MBS di sekolah yang
bertindak sebagai motivator dan koordinator dalam keefektivitas MBS, di
sekolah. Dalam kerangka MBS, menurut Mulyasa (2003:28) kepala Sekolah
harus:
1.
Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan
masyarakat sekitar.
2.
Memiliki
pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan belajar.
3.
Memiliki kemampuan dan ketermpilan mengatasi situasi
sekitar berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian
dimasa depan berdasarkan situasi sekarang.
4.
Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan disekolah,
dan
5.
Mampu memamfaatkan peluang, menjadi tantangan sebagai
peluang, serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
3 Peran Guru Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan
Sehubungan
dengan guru sebagai salah satu komponen sekolah yang terlibat dalam pelaksanaan
MBS, maka guru dituntut untuk dapat meningkatkan profesionalismenya sebagai
pengajar dan pendidik, Nurkolis, (2003:123) menyatakan peran guru dalam MBS,
adalah sebagai rekan kerja, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan program
pengajaran.Agar para guru memiliki peran yang lebih besar dalam pengelolaan
sekolah, maka perlu dilakukan desentralisasi pengetahuan. Dan ini merupakan
tanggung jawab kepada sekolah dalam mensosialisasi MBS terhadap guru dan
personil sekolah.
3. Metode
1. Observasi adalah dilakukan
Peneliti untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara.
Selain itu dengan observasi dapat dilakukan recheck atau triangulasi, dapat
dilakukan pengamatan langsung mengenai berbagai macam proses pelaksanaan MBS.
Observasi ini juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi dan gambaran awal
yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan wawancara.
2. Wawancara adalah pengumpulan data dilakukan dengan interview yaitu
wawacara secara terstruktur dan
tak terstruktur. Wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dari sumber yang terjadi sekarang tetang orang, kejadian,
aktivitas, organisasi, perasaan, pengakuan, kerisauan dan sebagainya, yang
menjadi bahan penelitian seorang peneliti.
3. Dokumentasi adalah pengumpulan data-data melalui telaah
dokumen atau arsip-arsip yang ada hubungan dengan rencana manajemen berbasisis
sekolah, pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dan evektifitas manajemen
berbasisi sekolah.
4. Hasil dan Pembahasan
Bagian
ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan fokus
penelitian. Hasil penelitian adalah deskripsi data yang dihimpun dilapangan,
sedangkan pembahasan merupakan upaya menemukan makna dibalik data yang ada.
Sesuai dengan fokus pada tujuan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan
sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan yaitu Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMA Negeri Se-Kabupaten Aceh
Utara yaitu :
1.
Manajemen
Kurikulum
Pada
SMA Negeri di Kabupaten Aceh Utara selain mengunakan kurikulum nasional juga
ditambahkan dengan kurikulum lokal, secara operasional rencana program
pembelajaran sekolah meliputi dua kegiatan pokok yaitu:
Guru-guru
SMA membuat AMP untuk bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Setelah
membuat AMP, selanjutnya cara guru dalam merencanakan program belajar mengajar
adalah membuat program catur wulan. Pembuatan program semester sangat
bermanfaat bagi guru dalam mengajar, terutama untuk membatasi kegiatan materi
mengajar pada tiap bulanannya.
Cara
guru selanjutnya dalam merencanakan program belajar mengajar adalah membuat
Rencana Program Pembelajaran (RPP). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
tentang kegunaan membuat RPP adalah kegiatan persiapan penyusun Rencana Program
Pembelajaran (RPP) merupakan uraian kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari
unsur-unsur tentan hari/tanggal, tujuan pembelajaran khusus, kegiatan belajar
mengajar, sumber/alat, penilaian, rangkuman dan evaluasi. Rencana Program
Pembelajaran (RPP) dibuat oleh guru dalam bentuk format yang sudah ditentukan
oleh pihak Dinas.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan kepala sekolah, ia telah melakukan penilaian kesesuain
program yang ada. Pihak guru bersama kepala sekolah menjabarkan isi kurikulum
secara rinci dan operasional kedalam program tahunan maupaun semesteran,
program bulanan dan program satuan pelajaran yang wajib dikembangkan guru.
Kepala sekolah juga memberikan petunjuk mengenai pelajaran berbasis kurikulum
nasional dan muatan lokal. Dalam hal pelajaran muatan lokal kepala sekolah
menghimbau agar disesuaikan dengan kondisi sekolah sebagai mana yang tertuang
dalam visi dan misi sekolah serta disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat. Kegiatan kedua yang ditempuh kepala sekolah adalah kebijakan yang
diprogramkan kepala sekolah guna mencapai kualitas pendidikan di SMA secara
umum melalui peningkatan kegiatan intrakurikuler dan ektrakurikeler yang
bertujuan untuk melatih kemampuan akademis dan praktis siswa.
2.
Manajemen
Kesiswaan
a. Perencanaan
Penerima Siswa Baru
Kegiatan
ini dikelola sedemikian rupa mulai perencanaan daya tampung atau target jumlah
siswa yang akan diterima yakni dengan mengurangi daya tampung kelas dengan anak
yang tinggal kelas atau mengulang siswa pindah dari sekolah lain. Dalam
penerima siswa baru, juga ditentukan oleh standar nilai ijazah. Daya tampung
dibatasi hanya 240 orang siswa, sedangkan yang mendaftar setiap tahun mencapai
350 orang siswa. Kegiatan Masa Orientasi Siswa.
b. Penempatan
siswa pada kelas tertentu
Sebelum
siswa mengikuti proses belajar mengajar di kelas maka wakil kepala sekolah
mengelompokkan siswa pada kelas-kelas tertentu. Penempatan tersebut
memperhatikan daya tampung kelas, siswa perkelas sesuai standar pelayanan SMA Negeri
adalah 30 orang siswa per kelas. Kelas yang telah ditentukan
untuk belajar siswa menjadi tempat belajar menetap bagi siswa yang bersangkutan
selama satu tahun.
c. Disiplin
Siswa di Sekolah
Pengelolaan
masalah kehadiran ini dilakukan melalui kontrol terhadap absensi siswa. Tugas
ini didelegasikan kepada masing-masing wali kelas. Kepala sekolah akan
menyurati orang tua siswa yang absensi atau kehadiran anaknya di sekolah tidak
seperti yang diisyaratkan dalam peraturan. Bagi siswa yang tidak mengindahkan
teguran maka akan dipanggil orang tuanya untuk menanda tangani surat perjanjian
di sekolah, apabila setelah tiga kali siswa menandatangani perjanjian di
sekolah di hadapan orang tuanya namun tetap sering absen, maka siswa yang
bersangkutan akan diberhentikan dari sekolah. Namun demikian sebelum siswa
sampai pada tahap pemberhentian siswa yang bersangkutan akan ditangani oleh
guru bimbingan konseling untuk dibimbing dan di bantu menyelesaikan
permasalahan jika siswa yang terancam di berhentikan itu mengalami masalah
khusus.
Khusus
siswa yang sering terlambat dan tidak disiplin berpakaian atau sering melanggar
disiplin lainya. Oleh guru piket diserahkan kepada guru bimbingan konseling
untuk di tindak lanjuti membimbing siswa. Jika gejala tidak disiplin terus
berlanjut tanpa adanya perbaikan maka masalah tersebut dikonsultasi dengan
orang tua yang bersangkutan. Bahkan adakalanya karena tidak berhasil membimbing
siswa sedangkan siswa tetap sering melanggar disiplin, maka masalah tersebut di
serahkan kepada kepala sekolah sebgai pengambil keputusan terhadap kelangsungan
belajar siswa apakah siswa tersebut di kembalikan kepada orang tua atau tidak.
3.
Manajemen
Personalia
a. Pengembangan
Mutu Guru
Khususnya
pengembangan mutu guru sebagai berikut: (1) memberi kemudahan bagi guru untuk
melanjutkan pendidikan guna meningkatkan sumberdaya manusia. (2) memberi
intensif guru yang telah dianggarkan oleh komite sekolah yang yang mengajar
lebih dari 18 (delapan belas) jam/minggu diberi intensif/honor, (3) memberi
dispensasi kepada guru yang mengikuti penataran, seminar, dan jenis pelatihan
lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru, (4) memberikan
kemudahan bagi guru yang akan naik pangkat sepanjang telah memenuhi target
angka kredit dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (5)
memberikan kemudahan bagi guru yang akan memperoleh kenaikan gaji berskala.
b. Pendidikan
lanjutan dan Suvervisi
Perbaikan
mutu sekolah harus diawali dari pengembangan dan pembinaan guru, karena itu
kepala sekolah tetap mendorong agar guru terus meningkatkan pendidikannya bagi
yang belum S.1, bahkan disekolah ini diberikan
peluang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, guru
dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan mengajar.
Supervisi
yang dilaksanakan oleh sekolah di fokuskan kepada kesiapan guru dalam menyusun
desain instruksional dan efektivitas pembelajaran termasuk evaluasi
pembelajaran yang dilakukan guru setelah selesai mengajar pokok/sub pokok
bahasan tertentu kepada siswa. Supervisi masih dijadikan sebagai wahana efektif
untuk membantu guru memperbaiki kinerjanya dalam proses pembelajaran.
4.
Manajen
Keuangan.
Dalam peningkatan kemampuan memenuhi
keuangan sekolah ada beberapa upaya dari institusi pendukung disekolah ini,
yaitu: peranan komite sekolah, hubungan kerjasama luar, dan dukungan iklim
sekolah yang sangat menentukan dan mendukung setiap program yang diajukan
sekolah. Kepala sekolah berusaha memberdayakan peranan komite sekolah terutama
dalam input pendanaan sekolah, pada awalnya kepala sekolah membentuk tim yang
terdiri dari guru dan pegawai tata usaha dalam menyusun anggaran sekolah
terlebih dahulu mereka meminta masukan dari guru tentang program dan besarnya
biaya yang diperlukan. Kemudian program dan anggaran biaya yang telah disusun
tersebut mereka sampaikan dalam rapat komite sekolah. Apabila disetujui oleh
komite sekolah maka resmi menjadi Aggaran Pendapatandan Belanja Sekolah.
5.
Manajemen
Sarana dan Prasarana
Perencanaan
pengembangan sarana dan prasarana pendidikan di antaranya: 1) Mengusulkan
penambahan sarana dan prasarana, 2) Mengusulkan membuat laboratorium komputer
dan jaringan internet, 3) Melaksanakan perawatan terhadap saran dan prasarana
yang tersedia. Dalam hal ini Mulyasa (2005:49) mengatakan bahwa: “sarana
pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti
gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran.
6.
Manajemen
HUMAS
Perencanaan
pengembangan partisipasi/peran serta masyarakat di antaranya: 1) Mengadakan
pertemuan dengan orang tua siswa dalam rangka meningkatkan kerjasama sekolah
dengan orang tua siswa untuk meningkatkan prestasi siswa, 2) Menyusun rencana
pertemuan dengan komite sekolah dalam rangka meningkatkan peran komite sekolah. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun
2003 Komite sekolah dan madrasah berperan meningkatkan kualitas pelayanan
pendidikan melalui: “1) nasihat, 2) pengarahan, 3) bantuan personalia,
material, dan fasilitas, maupun pengawasan”. Masyarakat diharapkan secara
sungguh-sungguh memberikan masukan sesuai dengan kemampuannya.
c. Kesimpulan Saran
1. Kepala
sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan
menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinana kepala
sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
meujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.
2. Guru
dan komite sekolah secara bersama-sama ikut serta penyusunan manajemen untuk
meningkatkan potensi belajar siswa dalam menyusun program perencanaan kegiatan.
Kelemahan terlihat dari kemampuan yang dimiliki oleh guru dan komite dalam hal
melayani penggunaan sumberdaya sekolah.
d. Saran-saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, menjadi saran sebagai berikut:
1. Kepada
pemegang otoritas di Kabupaten Aceh Utara, yaitu Kantor dinas pendidikan dan
kebudayaan agar meningkatkan status Manajemen Berbasis Sekolah, dari anjuran
menjadi keharusan.
2. Kepala
sekolah diharapkan dapat mempertahankan dan lebih meningkatkan keterlibatan
guru dalam merumuskan kebijakan dan program sekolah sehingga efektivitas
Manajemen Berbasis Sekolah untuk peningkatan mutu sekolah benar-benar dapat
dilaksanakan oleh guru dengan penuh rasa tanggung jawab.
3. Penanggun
jasa pendidikan yaitu masyarakat, seharusnya secara aktif bahkan positif
memberikan bantuan kesekolah agar setiap sekolah dapat memenuhi kebutuhanya
untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif.
4. Sebagai
personil yang memiliki otonomi dalam penyelengaraan sekolah, seharusnya kepala
sekolah memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Tujuanya,
agar kepala sekolah yang terpilih atau diangkat dapat menetapkan visi, misi dan
nilai-nilai sekolah untuk dijadikan pedoman dalam memimpin persekolahan.
5. Komite
sekolah harus menjadi mitra sekolah, sehingga sekolah bisa lebih konsentrasi
melakukan proses pembelajaran, sedangkan komite sekolah mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan oleh sekolah.
Dafatar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi, (2002). Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Bedjo Sujanto, (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Jakarta: CV. Sagung Seto.
Depertemen Pendidikan Nasional, (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1 Jakarta. Depdiknas.
Fattah,
Nanang, (2000). Manajemen Berbasis
Sekolah, Andira, Bandung
Jalal,
Fasli dan Dedi Supriadi, (2001). Reformasi
pendidikan dalam konteks otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta.
Mulyasa,
(2002). Manajemen Berbasis Sekolah.
Bandung: CV. Remaja Rosdakarta.
Mulyasa, E, (2003), Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda Karya,
Bandung.
Mulyasa. E, (2004). Menjadi
Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung. PT Remaja Rosda Karya.
Satori, Djam’an, (2001). Manajemen Berbasis Sekolah (School Baed Management) Basic
Educational Project. Jawa Barat, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar